Laporan wartawan KOMPAS FX. Laksana Agung S
LUMAJANG, KOMPAS.com — Sejumlah pihak menilai operasi SAR terhadap Antonius Andika Listiyono Putra (20) jauh di bawah standar. Hal ini harus menjadi catatan penting untuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru selaku koordinator operasi SAR sekaligus pemangku kawasan Gunung Semeru.
Kritik dan evaluasi itu disampaikan sejumlah pihak secara terpisah saat dihubungi, Rabu (4/8). Mereka adalah pihak-pihak yang ikut terlibat langsung dalam operasi SAR terhadap Andika, mahasiswa UGM Yogyakarta yang ditemukan tewas, Minggu (2/8), setelah hilang selama enam hari di Gunung Semeru.
Komandan SAR Kabupaten Lumajang Nugroho Dwi Atmoko menyatakan sistem komunikasi dalam operasi SAR Andika buruk. Salah satu buktinya, sampai dengan hari kedua, posko di Ranu Pani belum menerima informasi perkembangan pencarian dari on scene commander (OSC) atau semacam koordinator lapangan. Akibatnya, sampai dengan hari kedua pencarian atau tiga hari setelah Andika dilaporkan hilang, pihak TN-BTS belum bisa memberikan pernyataan tentang rencana operasi SAR.
Secara terpisah, Parningotan, salah seorang anggota regu SAR yang juga warga Ranu Pani, menyatakan, hanya ada satu regu SAR di Gunung Semeru pada Jumat (31/7) yang melakukan penyisiran. Padahal, di hari ketiga pencarian itu, semestinya ada regu SAR yang lebih banyak lagi.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan pernyataan TN-BTS kepada tim SAR gabungan dari Yogyakarta pada Jumat pagi. Saat itu, tim SAR yang terdiri atas 23 relawan itu tiba di kantor Balai Besar Pengelolaan TN-BTS Malang untuk meminta izin masuk membantu operasi SAR.
Namun, menurut Nawa Murtiyanto, koordinator tim SAR gabungan dari Yogyakarta, pihak TN-BTS awalnya tidak memberi izin dengan alasan belum dibutuhkan tambahan relawan. Akhirnya, izin diberikan setelah tim menelepon BKSDA Pusat di Jakarta. Lagi-lagi persoalan sama muncul lagi di kantor perwakilan TN-BTS di Tumpang.
Secara terpisah, Pelatih SAR Kabupaten Lumajang Sugiono menilai operasi SAR Andika yang berjalan di bawah standar itu disebabkan salah satunya karena TN-BTS membentuk struktur organisasi SAR dengan pendekatan birokrasi dan bukannya kompetensi.
Posisi SAR Mission Coordinator (SMC) yang dipegang Kepala Bidang Pengelolaan TN-BTS Wilayah III dinilai tidak tepat. Pasalnya, pejabat yang bersangkutan tidak menguasai sistem operasi SAR.
Kepala Bidang Pengelolaan TN-BTS Wilayah III Anggoro Dwi Sujiarto, menyatakan, pihaknya telah menjalankan operasi SAR sesuai prosedur. Ia mengakui tidak menguasai operasi SAR, tetapi selaku MSC ia cukup menggerakkan potensi yang ada.
sumber: www.kompas.com
No comments:
Post a Comment