Oleh Rizagana
INVESTOR DAILY
JAKARTA, Pemerintah (Depkominfo) mengharapkan, pemegang lisensi BWA mematuhi aturan kandungan lokal (TKDN) dalam membangun jaringannya. Namun, vendor lokal diharapkan terus meningkatkan kualitas produknya secara komoditif sehingga tidak sekadar memenuhi syarat TKDN, tapi juga layak secara bisnis.
Demikian ditegaskan Menkominfo Tifatul Sembiring usai membuka pameran Indocomtech 2009 di Jakarta Convention Centre, Rabu (4/11). Sementara itu, PT Indosat Mega Media (IM2) siap menggelar jaringan BWA dengan perangkat Wimax lokal.
Tifatul mengatakan, Depkominfo akan menerapkan aturan TKDN di industri telekomunikasi secara menyeluruh. Aturan kandungan lokal itu tidak hanya berlaku pada jaringan broadband wireless access (BWA) dan jaringan GSM generasi ketika (3G), tetapi pada proyek lain, seperti Universal Service Obligation (USO), Desa Pintar dan Desa Berdering, dan Palapa Ring.
"Sekarang, (penerapan TKDN) ini masih dalam tahap transisi. Kami akan terus menyosialisasikan ini ke semua lembaga pemerintahan," ujar Tifatul.
Dalam Peraturan Menkominfo No 7/2009 tentang Penataan Frekuensi Radio untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) pasal 17 ayat 1 disebutkan, perangkat telekomunikasi yang digunakan pada frekuensi radio 2,3 GHz dan 3,3 GHz wajib memenuhi kandungan lokal (TKDN) minimal 30% untuk subscriber station (SS) dan 40% untuk base station (BS).
Menurut Direktur Standardisasi Ditjen Postel Depkominfo Azhar Hasyim, aturan TKDN juga diberlakukan pada lisensi 3G. Hanya saja, pada BWA, TKDN berlaku pada perangkat, sedangkan TKDN pada 3G diterapkan pada belanja modal (capex). “Ketentuan itu wajib dipatuhi dan kalau dilanggar ada finaltinya,” kata Azhar saat menengok pabrik perakitan perangkat TRG Wimax milik PT Teknologi Riset Group (TRG).
Saat ini, lanjut Azhar, pemerintah sedang memverifikasi TKDN pada 3G dan telah menunjuk PT Surveyor Indonesia sebagai konsultan. “Sebelum akhir tahun ini, kami akan umumkan operator mana saja dari lima operator pemegang lisensi 3G yang telah memenuhi syarat TKDN itu. Hanya saja, tahun ini belum ada denda atau finalti, karena finalti baru diterapkan mulai tahun depan,” kata Azhar.
IM2 Siap Gelar Wimax
Sementara itu, Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto menyatakan siap membayar up front fee untuk lisensi BWA pada 6 November 2009 ini. Pihaknya juga siap menggelar jaringan BWA dengan teknologi Wimax pada tahun depan.
“Pada prinsipnya kami comply dengan regulasi pemerintah, termasuk mengenai syarat TKDN. Kami juga tengah menjajagi untuk memakai perangkat Wimax lokal buatan TRG atau Hariff,” kata Indar kepada Investor Daily, Selasa (3/11).
IM2 adalah salah satu pemenang tender lisensi BWA di zona Jawa Barat (di luar Bekasi, Bogor dan Depok). Up front fee yang harus dibayar IM2 sebesar Rp 25,218 miliar dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi sebesar Rp 18,408 miliar per tahun. “Kami akan ambil hak kami itu dan lunasi semua kewajiban kami,” kata Indar.
Setelah itu, lanjut Indar, IM2 akan menggelar jaringan Wimax sesuai jadwal yang ditetapkan pemerintah mulai 2010 hingga 2015. Saat ini, IM2 tengah memasuki fase request for information dari vendor, yang semuanya lokal, baik dari PT Hariff Daya Tunggal Engineering maupun PT Teknologi Riset Global (TRG).
“Kemudian, kami akan uji coba sebelum digelar secara komersial. Sedangkan mengenai dana yang disiapkan, kami belum bisa tetapkan karena menunggu dari induk perusahaan, Indosat,” kata dia.
Indar tidak mempermasalahkan mengenai teknologi Wimax yang diterapkan di Indonesia, yakni standar 16d (fixed atau nomadik), bukan 16e (mobile). Hanya saja, teknologi yang kini berkembang di dunia adalah 16e, bahkan telah masuk ke 16m. Selain itu, konsumen juga menginginkan perangkat penerima yang kecil.
“Di Malaysia, ada operator, namanya Pocket One, yang telah menggelar jaringan Wimax pada frekuensi 2,3 GHz dengan standar 16e. Tapi, Pocket One memasarkannya pada home user (nomadik). Ini dalam rangka menyiasati kebutuhan dana investasi yang amat besar kalau full mobile. Dia harus pasang base station di banyak titik dan itu butuh dana investasi,” kata Indar.
Oleh karena itu, lanjut Indar, tidak masalah dengan standar 16d yang ditetapkan pemerintah, baik dalam pemasaran maupun instalasinya. Pemerintah pasti tidak menutup mata untuk berhenti pada standar 16d, melainkan membuka peluang untuk beralih ke 16e.
Indar mengingatkan, dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa, pengguna internet baru 25 juta, dan jumlah pelanggan internet hanya 2,5 juta. “Potensi pasar internet Indonesia masih amat besar,” kata dia. (c135)
No comments:
Post a Comment