Tulisan berikut akan mencoba menjelaskan proses pembuatan vaksin meningitis, terutama pada tahapan yang menggunakan enzim tripsin.
Meningitis
Meningitis adalah radang selaput otak. Penyakit ini jika tidak ditangani baik akan berujung pada koma bahkan kematian. Kebanyakan kasis Meningitis terjadi disekitar wilayah Meningis Belt, yakni wilayah yang membentang mulai dari wilayah barat Senegal hingga Timur Ethiopia. Menurut Prof. Jurnalis Udin, Pengajar dan peneliti di Fakultas Universitas YARSI, penyakit meningitis tersebut ada dua macam.
Pembagian yang didasarkan kepad penyebab yakni virus dan bakteri. “Untuk mencegah terserangnya meningitis maka harus divaksin. Vaksin ini ada dua macam pula, vaksin untuk virus dan vaksin untuk bakteri. Untuk vaksin pencegah meningitis sering digunakan enzim hewan, seperti tripsin babi. Vaksin inilah yang digunakan oleh jemaah haji,” ungkapnya.
Vaksin
Vaksin adalah kuman(bakteri/virus) yang dilemahkan dan kemudian dimasukan kedalam tubuh manusia, hingga tubuh menciptakan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Cara memasukkan ke dalam tubuh bisa berupa suntikan atau diteteskan langsung ke dalam tubuh (oral). Kuman yang dilemahkan tersebut bersumber dari kuman yang menyebabkan penyakit. Misalnya jika yang dibuat adalah vaksin
polio, maka kuman yang dilemahkan itu adalah virus yang menyebabkan polio. Begitu juga dengan meningitis, maka kuman yang dilemahkan itu adalah bakteri atau virus penyebab meningitis (radang selaput otak).
Vaksin Meningitis
Vaksin meningitis yang digunakan untuk CALON HAJI dan UMRAH, bernama MENCEVAX ACW135Y keluaran GlaxoSmithKline Beligia. Bakteri yang dilemahkan adalah N.meningitis. Pada Mencevax ACW135Y versi lama dan baru, bakteri tersebut dibiakkan dalam tiga tahap. Yang membedakan antara versi lama dan baru adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada setiap tahapnya.
Tahap biakan yang pertama menghasilkan parent seed (biakan induk). Pada tahap ini, media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri N.meningitis tersebut adalah ekstrak daging sapi, kasein (protein yang berasal dari susu sapi), dan pepton (protein) kedelai.
Bakteri dalam ukuran sangat kecil, jelas tidak bisa dicerna pepton kedelai yang berukuran molekul yang besar. Supaya molekul menjadi kecil, pepton kedelai dipecah dengan menggunakan enzim. Ibarat kita ingin mengkonsumsi sayur, jelas supaya mudah dicerna, kita perlu memotong sayuran tersebut dengan pisau, jelas supaya mudah dicerna, kita perlu memotong sayuran tersebut dengan pisau. Pada kasus ini peptonya adalah sayurnya, sementara enzim adalah pisaunya. Namun ada yang membedakan antara pisau dan enzim. Pisau berwujud zat padat, sementara enzim berwujud zat cair. Enzim yang digunaakan bisa berasal dari tumbuhan dan hewan.
Pada kasus mencevax versi lama, enzim yang digunakan adalah enzim tripsin yang berasal dari pancreas babi. Karena enzimnya adalah cair, maka statusnya vaksinnya menjadi haram dan najis. Kemudian bakteri dari biakan induk tadi, dibiakan lagi menjadi biakan master (master seed). Pada tahap ini media yang digunakan sama dengan biakan induk. Selanjutnya dari biakan
master, bakteri tadi dibiakkan lagi menjadi biakan produksi (working seed). Media yang digunakan juga sama dengan kedua tahap tadi.
Jelas pada kasus Mencevax, diketiga tahap pembiakan, media tumbuh bakteri selalu menggunakan enzim tripsin babi.
Lantas bagaimana dengan Mencevax versi baru? Produsen GlaxoSmithKline membuaat vaksin meningitis versi baru dengan menggunakan media yang sama sekali berbeda dengan versi lama.
Sekarang media yang digunakan adalah agar, glukosa, serta beberapa bahan lain termasuk pepton kedelai yang dihidrolisis dengan menggunakan enzim papain yang berasal dari papaya. laxoSmithKline dalam pernyataannya bulan Februari 2009 menjelaskan bahwa tidak ada lagi penggunaan enzim tripsin untuk hidrolisis media pembuatan vaksin meningitis. Karena diganti dengan enzim papain yang berasal dari tanaman papaya.
Status Kehalalan Mencevax versi baru
Jadi masalahnya dimana? Halalkah versi yang baru? Enzim babikan sudah hilang dari media biakan? Ternyata masalahnya tidak sesederhana itu. Koloni yang digunakan untuk biakan induk versi baru diambil dari larutan biakan produksi versi lama. Lantas, dari larutan tersebut diambil koloni bakteri (diisolasi) yang dibiakan pada media versi baru.
Komisi Fatwa MUI berpendapat bahwa koloni baru yang digunakan pada biakan induk versi baru tetap najis. Karena masil berasal dari larutan bikan produksi yang menggunakan media dengan enzim babi. Jadi dari segi zat, statusnya tetap haram dan najis.
Mendamba Vaksin halal
Hukum penggunaan vaksin meningitis masih dirapatkan lagi. Kalaupun MUI melalui komisi fatwanya akan memutuskan akan bolehnya penggunaan vaksin meningitis haram ini, darurat tidak bisa menjadi alas an terus menerus. Harus ada upaya konkrit untuk membuat vaksin meningitis yang halal. Paling tidak, kaum muslimin bisa menekan pihak GKS untuk menghasilkan produk halal. GKS membuat klaim bahwa vaksin meningitisnya telah digunakan di 59 negara. Termasuk di dalam daftar tersebut Arab
Saudi dan Malaysia, dan beberapa Negara yang ada jamaah hajinya.
Upaya Malaysia untuk menghasilkan vaksin meningitis halal, perlu diberikan dukungan. Kalau perlu beberapa pakar dari berbagai Negara Islam atau penduduknya mayoritas beragama Islam, duduk dalam satu forum dan membentuk riset bersama, untuk mewujudkan tugas mulia ini.
Kalaupun kita kaum muslimin tidak bisa mewujudkannya dalam waktu dekat, upaya yang paling realistis adalah izin penggunaan vaksin meningitis harus terlebih dahulu melalui proses sertifikasi halal. Karena selama ini, pendekatannya lebih banyak kalaim produsen vaksin, dan tidak ada proses verifikasi atas kalaim tersebut. Karena di dalam Islam, untuk menghasilkan produk halal, tidak saja bahannya yang halal, tetapi proses produksinya juga terjaga dari kontaminasi bahan haram dan najis.
Hal ini tidak bisa dipastikan sampai ada pihak yang berwenang untuk menentukan hal itu, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia melalui LPPOM dan Komisi Fatwa.
Sumber:
Kumpulan Jurnal Halal
Seminar Titik Kritis obat dan vaksin YARSI
Farmasi dan kedokteran Islam