28 July 2009

TV Digital

1. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar potensial untuk berbagai jenis usaha termasuk televisi. Sedangkan dikawasan Asia Pasifik saat ini terdapat sebanyak 500 juta pesawat penerima televisi yang tentunya masih analog. Menurut PHILIPS Co., sebuah perusahaan manufaktur pesawat penerima televisi, diperkirakan sebanyak 50% hingga 70% dari jumlah rumah tangga dikawasan ini diharapkan akan dapat memiliki pesawat penerima televisi digital sehingga ini merupakan pasar yang luar biasa besar. Suatu target perkiraan yang tidak main-main karena PHILIPS Co. telah berpengalaman dalam pengembangan pesawat televisi selama lebih dari 60 tahun.

Berdasarkan data yang terdapat pada Biro Pusat Stastitik hasil survey terakhir tahun 1997 mengenai aksesibilitas penduduk Indonesia (khususnya yg berumur 10 tahun keatas) terhadap mass media (radio, televisi, dan surat kabar) secara pesentase adalah terdiri dari:

1. Akses ke televisi sebanyak 78.22%
2. Akses ke radio sebanyak 59.17 %
3. Akses ke surat kabar sebanyak 22.83%

Jadi aksesibilitas penduduk terhadap televisi menduduki persentase terbesar dengan 78.22% dari total sekitar 206 juta penduduk pada tahun 1999 yakni sebanyak 160 juta penduduk. Bagi perusahaan manufaktur dan penyelenggara jasa televisi siaran maka besaran tersebut merupakan pasar potensial, sedangkan bagi pemerintah angka tersebut menjadi besaran yg harus dipertimbangkan dalam penerapan kebijaksanaan peralihan teknologi televisi analog ke televisi digital.

2. ASPEK TEKNIS

2.1 FREKUENSI


Secara teknik pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital sehingga tidak perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF maupun UHF. Sedangkan lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6 artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital dengan lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplek dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang berbeda tentunya. Dengan demikian teknologi digital jelas lebih efisien dalam pemanfaatan spektrum. Namun demikian trend yang ada yaitu satu penyelenggara televisi digital meminta spektrum dalam jumlah yang cukup besar artinya tidak cukup hanya 1 (satu) kanal carrier melainkan lebih. Karena dalam penyelenggaraannya nanti penyelenggara hanya akan berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan yaitu untuk mentransfer program dari stasiun-stasiun televisi lain yang ada di dunia menjadi satu paket layanan sebagaimana penyelenggaraan televisi kabel berlangganan yang ada saat ini.

Frekuensi TV digital terrestrial sama dengan frekuensi TV analog terrestrial yang ada dewasa ini, yaitu kanal VHF dan UHF. Menarik untuk disimak bahwa pada alokasi frekuensi tersebut 170 � 230 MHz dan 470 � 890 MHz sebetulnya alokasi frekuensi yang telah diberlakukan I.T.U untuk Region 3 (Asia Pasifik) tidak eksklusif untuk penyiaran, melainkan untuk : Fixed, Mobile dan Broadcasting. Padahal servis yang dapat ditawarkan oleh TV digital selain TV siaran, juga internet, komunikasi data, bahkan voice teleponipun bisa, mengingat kemampuan komunikasi duplex (dua arah) pun dapat dilakukan pada teknologi TV digital ini. Sehingga jika ada pihak-pihak yang menganggap frekuensi penyiaran dapat dipisah dengan frekuensi telekomunikasi, fenomena TV digital mementahkan anggapan tersebut. Fenomena TV digital merupakan salah satu contoh konvergensi antara Teknologi Informasi, Telekomunikasi dan Penyiaran.

Di negara-negara Eropa, kebutuhan jaringan akses penyiaran telah banyak dilakukan oleh TV satelit dan jaringan TV kabel yang relatif mempunyai jumlah kanal yang jauh lebih banyak dibandingkan TV analog terrestrial biasa. Dengan rencana transisi TV analog menjadi TV digital dalam jangka waktu yang telah disepakati, dan penambahan jumlah kanal TV dalam teknologi TV digital, maka negara Eropa merencanakan pula untukmenggunakan sebagian kanal frekuensi TV analog di UHF untuk menjadi "extention band" dari IMT-2000. Apalagi hal ini telah diperkuat oleh keputusan dari WRC-2000, Istanbul-Turki, yang membuka kesempatan negara-negara di seluruh dunia untuk memilih pita frekuensi 806 � 960 MHz, 1710 � 1880 MHz dan 2520 � 2670 MHz sebagai "extention band" dari IMT-2000.

Oleh karena itu untuk antisipasi meningkatnya permohonan penyelenggaraan televisi dimasa depan dan agar lebih efisien maka dapat ditempuh suatu terobosan suatu kebijakan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi, misalkan penyelenggara televisi digital hanya berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan televisi digital, sedangkan programnya dapat diselenggarakan oleh operator yang khusus menyelenggarakan jasa program televisi digital (operator lain). Dari aspek regulasi akan terdapat ijin penyelenggara jaringan dan ijin penyelenggara jasa sehingga dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak dibidang penyelenggaraan televisi digital. Dengan demikian akan dapat dihindari adanya monopoli penyelenggaraan televisi digital di Indonesia.

2.2 STANDAR

Patut diperhatikan bahwa standar system TV analog terrestrial kita adalah standar system PAL yang merupakan standar Eropa. Kebanyakan negara Asia Pasifik (kecuali Jepang) telah menggunakan standar PAL untuk standar TV analog terrestrial. Beberapa negara Asia Pasifik yang telah mulai menerapkan TV digital seperti Singapura dan Australia menggunakan teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting � Terrestrial) yang merupakan standar Eropa.

Selain standar Eropa (DVB-T), untuk TV digital terdapat pula standar TV digital dari Jepang (DTTB) dan Amerika (ATSC). Hal ini merupakan kelanjutan dari tiga standar TV analog, yaitu PAL (Eropa), NTSC (Amerika) dan SECAM (Jepang). Walaupun demikian saat ini terdapat usaha-usaha dari negara-negara tersebut untuk menstandarisasikan teknologi TV digital, sehingga antar ketiga standar tersebut terdapat beberapa kesamaan, dan diharapkan memudahkan untuk diproduksi secara masal dan akhirnya membuat harga produksi menjadi murah.

Pemilihan standar sangatlah esensial bagi setiap negara. Kita ingat pengalaman buruk saat standar video "Betamax" beberapa tahun yang lalu, yang ternyata hanya digunakan di Indonesia saja. Sedangkan negara lain menggunakan standar "VHS". Lambat laun teknologi "Betamax" jauh tertinggal dibandingkan dengan teknologi "VHS", dan akhirnya mati. Sehingga sulit saat ini kita mendapatkan produk video standar "Betamax" di pasaran. Berapa kerugian yang dialami masyarakat Indonesia yang telah membeli video "Betamax" ? Apakah anda termasuk ? Kita tidak ingin mengulangi pengalaman seperti itu lagi. Pemilihan standar TV digital harus dilakukan secara hati-hati, melibatkan berbagai pihak, dan kalau bisa harus menjadi konsensus nasional.

3. ASPEK BISNIS

3.1 MASA TRANSISI


Mengapa perlu masa transisi ? Alasan utama adalah melindungi puluhan juta pemirsa (masyarakat) yang telah memiliki pesawat penerima TV analog untuk dapat secara perlahan-lahan beralih ke teknologi TV digital dengan tanpa terputus layanan siaran yang ada selama ini. Selain juga melindungi industri dan investasi operator TV analog yang telah ada, dengan memberi kesempatan prioritas bagi operator TV eksisting.

Keuntungan memberikan prioritas kepada operator TV eksisting adalah mereka dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah dibangun, seperti studio, tower, bangunan, SDM dan lain sebagainya. Selain itu karena infrastruktur TV digital terrestrial relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan infrastruktur TV analog, maka efisiensi dan penggunaan kembali fasilitas dan infrastruktur yang telah dibangun menjadi sangat penting. Hal ini dilakukan di negara-negara maju yang telah mapan seperti Australia, Inggris, negara Eropa daratan, Amerika Serikat dan Jepang.

Walaupun demikian untuk membuka kesempatan bagi pendatang baru di dunia TV siaran digital ini, maka dapat ditempuh pola Kerja Sama Operasi antar penyelenggara TV eksisting dengan calon penyelenggara TV digital. Sehingga di kemudian hari penyelenggara TV digital dapat dibagi menjadi "network provider" dan "program / content provider". Dengan kemampuan efisiensi frekuensi 1 : 6, berarti bisa saja dalam kanal RF yang sama diisi 6 program stasiun TV yang berbeda. Tetapi satu hal yang harus diperhatikan bahwa apapun kebijakan yang akan diambil harus tetap melibatkan penyelenggara TV analog eksisting, industri televisi dan juga masyarakat.

Jika kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru, selain penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI, 5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah habis. Dapat dibayangkan penyelenggara TV analog ini akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang karena tidak bisa bersaing dengan penyelenggara TV digital. Selain itu jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, hal tersebut merupakan "inefisiensi pembangunan" besar-besaran, mengingat investasi untuk industri penyiaran luar biasa besar dan mahal. Masyarakat akan "terpaksa" membeli pesawat penerima TV digital selain pesawat penerima TV analog yang telah ada untuk dapat menerima seluruh program penyiaran baik TV digital maupun TV analog tanpa persiapan yang cukup. Hal-hal tersebut dipandang dari sudut ekonomi dan pembangunan nasional sangat merugikan ekonomi nasional secara keseluruhan, di saat bangsa ini harus membangun di bidang lain yang lebih tinggi prioritasnya, tetapi dana dihabiskan untuk investasi pembangunan TV digital yang tidak efisien dan tidak bijaksana.

3.2 INVESTASI

3.2.1 Investasi Publik

Harga pesawat televisi digital masih sangat mahal yaitu US,500-,000 atau dengan kurs 1 USD = Rp. 7000 sama dengan Rp. 31.500.000,- hingga Rp.105.000.000, harga ini di beberapa negara diharapkan turun menjadi sekitar US$ 1,000,- atau Rp.7.000.000,- (dgn nilai kurs saat ini) pada tahun 2003-2005 mendatang. Namun demikian evolusi televisi digital sangat dipengaruhi oleh pasar (market driven) oleh karena itu lambat laun akan harga tersebut akan turun dan jika siaran televisi digital telah menjangkau secara nasional maka harga televisi digital akan terjangkau masyarakat banyak.

Namun demikian para pemirsa tetap dapat menikmati siaran digital dengan memanfaatkan pesawat televisi analog yang ada saat ini dengan menggunakan �set top box� atau semacam decoder guna mendecode signal digital ke dalam pesawat penerima televisi analog. Harga per unit �set to box dimaksud sangat jauh berbeda dengan harga pesawat televisi digital yaitu saat ini berkisar US0 per unit atau setara dengan harga pesawat penerima televisi analog berwarna 14" saat ini. Jika dilihat dari potensi pasar yang ada di Indonesia begitu besar maka kemungkinan jumlah pengguna akan meningkat pesat dan oleh karena itu diharapkan harga tersebut akan bisa turun mencapai US0 paling tidak dalam 2 tahun berikutnya.

3.2.2 Investasi Penyelenggara (Broadcaster)
Biaya yang harus dipikul oleh penyelenggara televisi siaran untuk menggunakan teknologi digital tidak sedikit yaitu paling tidak sebesar US$ 10 juta, guna meningkatkan studio dan towernya serta peralatan pemancarnya. Banyak ahli memperkirakan bahwa para pemilik berspekulasi untuk tidak membuat perubahan hingga 6 atau 8 tahun mendatang.

Televisi digital menimbulkan lebih banyak hambatan keuangan khususnya untuk produser independent (production house) dan televisi publik. Sebagai contoh bila pada televisi analog cukup membutuhkan beberapa ribu dolar untuk membuat satu epidose program siaran, maka televisi digital membutuhkan jauh lebih banyak untuk membuat detailnya dan memerlukan perbaruan seluruh perangkat yg digunakannya. Dalam hal ini hanya jaringan televisi besar yg mempunyai sumber daya keuangan cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk bisa memproduksi siaran sendiri dibutuhkan sekitar US$ 2 - 6 juta perpemancar.

(GUNADI dan DENNY SETIAWAN )

Sumber:
www.ristek.go.id


No comments:

Post a Comment