Showing posts with label Travel. Show all posts
Showing posts with label Travel. Show all posts

04 September 2016

Wisata Jepang - Shinjuku Gyoen National Garden

Danau Utama di Shinjuku Gyoen National Garden, Tokyo.

Shinjuku Gyoen Park adalah salah satu taman besar di pusat kota Tokyo.
Taman ini merupakan paru-paru kota Tokyo yang menjadi habitat beberapa satwa liar yang di lindungi oleh pemerintah Jepang. Satwa yang paling banyak dan cukup mudah di lihat oleh para pengunjung adalah jenis burung yang cukup besar berwarna hitam, sejenis burung Gagak Hitam jika di Indonesia.

Mencoba mendekati seekor burung Gagak Hitam di Shinjuku Gyoen Park

Karena letaknya yang berada di pusat kota Tokyo, maka akan sangat mudah untuk menuju ke lokasi taman ini. Jika kita berjalan kaki dari Stasiun Shinjuku jaraknya kurang lebih hanya sekitar 1 Km atau 15-20 menit berjalan kaki. Jika kita ingin menghemat waktu perjalanan, maka kita juga bisa gunakan moda transportasi kereta api di jaringan Tokyo Metro Subway ataupun menggunakan jaringan kereta api JR yang kondisinya jauh lebih bagus sedikit dibandingkan subway.


Apa saja yang bisa kita lakukan di Shinjuku Gyoen Park?
Banyak hal dapat kita lakukan di taman ini, seperti piknik keluarga, kumpul dan bersantai di outdoor cafe dalam taman, ataupun berjalan santai menikmati indahnya taman dan menyaksikan berbagai tumbuhan yang ada di taman Shinjuku Gyoen ini.

Terdapat danau di tengah taman Shinjuku Gyoen Park ini dan dihiasi taman-taman kecil khas negeri Sakura. Ada berbagai ikan air tawar serta terlihat beberapa kura-kura yang berenang dan bermain di dalam kolam atau danau ini.

Saat saya mengunjungi Taman Shinjuku Gyoen ini tidak diberlakukan admission fee (Ticket Masuk) walaupun ada beberapa gerbang yang disediakan untuk masuk taman.

Membeli ticket sesuai jurusan di Sendagaya Station.

Setelah selesai dan puas menikmati keindahan dan keasrian taman di pusat kota Tokyo ini, kita bisa keluar dari gerbang Sendagaya untuk melanjutkan perjalanan kita melalui Stasiun Sendagaya, disini kita bisa gunakan jaringan kereta milik JR (Japan Railway) yang juga terkenal dengan layanan kereta peluru atau bullet train, biasa disebut Shinkasen.

Dari Stasiun Sendagaya inipun kita masih tetap dapat menuju kemana saja sesuai tujuan kita.

24 February 2014

Wisata Murah Pantai Pagatan di Kalimantan Selatan

Jalan provinsi dan kawasan pantai Pagatan
 Wisata pantai adalah salah satu pilihan menarik bagi kita pada umumnya. Bercerita tentang pantai di Kalimantan Selatan, ada beberapa pantai yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya adalah Pantai Pagatan yang terletak di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Mengapa pantai ini menarik? Diantaranya adalah karena lokasinya yang mudah dijangkau oleh semua orang, terletak di jalan provinsi yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur jika kita lewati jalur paling selatan pulau Kalimantan, baik dari Banjarmasin (ibukota Kalimantan Selatan) atau dari arah sebaliknya di Kalimantan Timur. Dan menjadi tambah menarik juga karena wisata pantai Pagatan ini termasuk wisata murah meriah. Tidak ada biaya ataupun retribusi khusus ditarik dari wisatawan yang berkunjung dan menikmati suasana pantainya.

Pantai Pagatan, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
Di sepanjang jalan yang berada tepi pantai ini banyak berjajar warung-warung yang menjual berbagai makanan bagi para wisatawan yang sengaja berkunjung ke pantai ini ataupun pengunjung lainnya yang hanya sekedar mampir untuk beristirahat sejenak setelah lelah karena sedang melakukan perjalanan panjang dari Kalimantan Selatan dan dari Kalimantan Timur.

How to get there?

Bagi yang ingin berkunjung ke pantai Pagatan ini, ada beberapa cara yang bisa dipilih. Untuk kita yang gunakan kendaraan pribadi tentunya sudah tidak perlu dibahas lebih lanjut lagi, sebab hanya perlu isi BBM secukupnya dan tinggal jalan saja.

Suasana jalan raya ditepi pantai Pagatan
Kemudian bagi para backpacker yang ingin menikmati suasana pantai Pagatan ini, bisa dimulai dari kota Banjarmasin. Dari Banjarmasin bisa gunakan angkutan umum, yaitu bis-bis yang bisa dicari di terminal yang berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani Km 6, atau jika agak susah cari terminal ini, bisa tanyakan ke orang-orang di kota Banjarmasin dimana letak Terminal Antar Kotanya.

Pose dulu sebelum tinggalkan lokasi pantai Pagatan
Waktu tempuh dari Banjarmasin ke pantai Pagatan berkisar antara 4-5 jam perjalanan darat melewati beberapa kabupaten, diantaranya adalah kabupaten Tanah Laut, sebelum seterusnya tiba di kabupaten Tanah Bumbu dimana lokasi pantai Pagatan berada.
Sejauh ini pantai Pagatan tampaknya bukanlah suatu objek wisata resmi yang dikelola oleh suatu perusahaan yang bergerak dibidang wisata seperti pantai Ancol di Jakarta, tetapi masih di kelola oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah daerah kabupaten Tanah Bumbu.

Di satu sisi ada baiknya, sehingga objek wisata pantai ini tetap murah dan dapat dinikmati semua orang. Disisi lain, akibat tidak dikelola secara khusus, maka mungkin saja bisa timbul masalah-masalah baru bagi lingkungan sekitar pantai. Hal paling sederhana adalah terancamnya kebersihan lingkungan sekitar pantai karena banyaknya pengunjung yang sekedar mampir atau memang segaja berkunjung ke pantai ini, terutama saat weekend hari Sabtu dan Minggu. Belum lagi pertumbuhan warung-warung makanan yang berjajar disepanjang jalan tepi pantai ini, jika tidak dikontrol dan dikendalikan dengan bijak maka akan membuat kawasan ini menjadi tidak teratur, bukan tidak mungkin nanti bisa jadi terkesan kumuh. 

Semoga hal ini tetap bisa jadi perhatian pemerintah daerah setempat dalam pengelolaan aset wisata didaerahnya dan bisa terus menjadi berkembang serta menguntungkan semua pihak tanpa mengorbankan lingkungan ataupun mengurangi kenyamanan dan keindahan pantai yang sudah ada.

Rehat sejenak menikmati suasana pantai Pagatan

05 May 2010

Chachapoyas, Misteri Peradaban yang Hilang di Puncak Amazon Peru


Kota kuno Chachapoyas, negeri orang-orang awan yang hilang ratusan tahun lalu berhasil ditemukan. Sebutan "masyarakat awan" mungkin karena mengacu pada pegunungan andes yang selalu berselimut awan. Kehidupan dan kebudayaan kota kuno yang eksis sejak abad ke-9 ini, sampai sekarang masih misteri dan sulit diungkap karena mereka tidak banyak meninggalkan "catatan".


Meski hilang tanpa jejak selama ratusan tahun, namun jejak peradaban kota Chachapoyas yang kini masuk wilayah utara Peru, masih bisa ditemukan. Deretan patung-patung menghadap ke matahari terbit yang terkenal dengan sebutan "prajurit awan" tetap berdiri tegak hingga kini. Patung-patung itu melambangkan keperkasaan masyarakat mereka di masa lalu.

Situs Karija ini dibangun hampir 1 milenium. Sebenarnya itu merupakan kuburan, setiap patung melambangkan tokoh yang di makamkan di sana. Mungkin bisa dibilang mirip dengan situs-situs makam di Tanah Toraja, Sulawesi.

Patung-patung itu terbuat dari clay dan plant matt di mana di dalamnya berisi mumi para tokoh Chachapoya. Yang uniknya posisi patung berisi mumi itu sangat sulit dijangkau. Entah bagaimana masyarakat pada jaman itu membawa dan menempatkannya di sana. Sebab, telah diteliti, tidak ada jalan yang bisa diakses menuju tempat itu.

Sayangnya, tidak banyak yang tahu tentang keberadaan kota kuno ini. Hanya sedikit catatan tentang hal itu, termasuk tentang kebudayaan mereka yang berkembang di abad ke-9. Kenyataannya, kota kuno itu berada di puncak ketinggian. Diduga, kota di ketinggian itu sengaja dikembangkan untuk pertahanan terhadap musuh.

Akan tetapi nasib mereka menjadi tak menentu ketika kekaisaran Inca semakin berkembang dan berhasil menaklukkan mereka 500 tahun lalu. Meskipun bangsa Chachapoyas sempat memberi perlawanan keras, namun kekuatan Inca tak tertandingi.

Keberuntungan datang ketika Spanyol datang pada 1535. Sisa-sisa suku Chachapoyas berpihak pada Spanyol untuk berperang melawan suku Inca. Namun kemudian datang penyakit orang Eropa, yakni cacar, yang melenyapkan populasi mereka.

Penulis sejarah Cieza Pedro de León menulis, sosok orang-orang Chachapoyas berkulit putih dan tampan, kaum wanitanya cantik-cantik, itulah sebabnya banyak orang Inca ingin menjadikan mereka istri.


Makam tokoh orang-orang awan ini di chullas, di sisi tebing yang dicat dengan atap runcing, khususnya yang ditemukan di Revash. Namun yang paling mengesankan dari peninggalan konstruksi Chachapoyas adalah Kuelap, benteng monumental yang berada 9.500 meter di atas permukaan laut. Bangunan itu bagian luarnya dilindungi oleh batu-batu besar.


Di Kuelap ada sekitar empat ratus gedung yang mungkin ditempati oleh sekitar 3.500 jiwa. Bandingkan dengan bangunan milik bangsa Inca, Manchu Picchu yang terkenal. Kompleks ini (Kuelap) menunjukkan bahwa bangsa Chachapoyas pada 1000 tahun lalu telah mampu membuat suatu yang luar biasa.


Siapa yang tahu, apalagi yang akan ditemukan di pedalaman andes amazon? Semua memang masih misteri, seperti misteriusnya Chachapoyas. Minimnya catatan tentang suku ini memunculkan pesimis apakah bisa menguak kisah "orang-orang awan" ini.

Sumber:
http://www.mypepito.info/2010/03/chachapoyas-misteri-peradaban-yang.html

14 November 2009

Indonesian Best Destination 2009


Wuih... Solo Tujuan wisata Terbaik

Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, akan segera membenahi sejumlah obyek wisata setelah Solo meraih penghargaan sebagai "Indonesian best destination" dalam Indonesian Tourism Award (ITA) 2009, Jumat (13/11) malam tadi.



"Penghargaan itu bukan merupakan parameter kesuksesan kami dalam melakukan pembenahan sejumlah tempat tujuan wisata yang kami miliki," kata Wali Kota Solo, Joko Widodo di Solo, Sabtu (14/11).



Dia mengatakan, hal tersebut malah menjadi pemacu Pemkot Surakarta untuk segera membenahi lokasi-lokasi tujuan wisatawan yang saat ini dinilai kurang terawat dan perlu pembenahan. "Dengan kondisi yang masih belum maksimal saja Solo meraih penghargaan tersebut. Apalagi bila kita membenahi dan menyempurnaan penataan lokasi-lokasi tujuan wisatawan, pasti hasil yang lebih baik dapat tercapai," kata dia.



Oleh karena itu, lanjutnya, Pemkot Surakarta semakin terpacu untuk segera melakukan pembenahan. "Saat ini kami sudah mengajukan sejumlah proposal ke pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk pembenahan sejumlah cagar budaya di Solo," katanya.



Salah satu cagar budaya yang akan segera dibenahi adalah Pura Mangkunegaran yang dianggarkan Rp 25 mliar. Selain itu, juga cagar budaya Masjid Agung. "Akan tetapi, hal tersebut terkendala belum dimasukkannya pembenahan tempat tersebut pada draf RAPBD 2010," katanya.



Saat ini, lanjut Joko, Pemkot Surakarta baru bisa berharap dari dana yang mungkin akan diturunkan dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Dia berharap jika semua lokasi tujuan wisata, termasuk bangunan cagar budaya, dapat dibenahi, Solo tidak hanya mendapat manfaat dengan berupa penghargaan saja, tetapi juga dengan mendapatkan wisatawan lebih banyak.



"Selain itu, kami juga berharap penghargaan tersebut dapat memacu pelaku bisnis wisata untuk iktu memajukan dunia pariwisata Solo," kata Joko Widodo.



Sumber:
regional.kompas.com


Share/Bookmark

28 October 2009

Panorama di Puncak Gunung Anak Krakatau

LAMPUNG, KOMPAS.com - Kawasan Cagar Alam Krakatau merupakan salah satu objek wisata terbaik di Provinsi Lampung. Cagar alam dengan perpaduan antara keindahan panorama gunung dan laut membuat wisatawan lokal maupun asing terpesona melihatnya.

Saya mendapat kesempatan untuk mendaki Gunung Anak Krakatau dengan difasilitasi oleh Travellers Krakatoa Nirwana Resort yang bertempat di Kota Kalianda, Lampung Selatan. Mendaki Gunung Anak Krakatau merupakan salah satu paket aktifitas yang diberikan pengelola Travellers untuk tamu.

Untuk mendaki Gunung Anak Krakatau, kita harus memiliki ijin dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (KPSDA) Lampung. Saya tak perlu repot mengurus perijinan karena seluruhnya telah diurus oleh pihak Travellers.


Dari resort, rombongan yang terdiri dari jurnalis empat media ditemani Humas Travellers Maulandiki, melaju sekitar 20 menit dengan kendaraan milik resort menuju Dermaga Canti, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan kapal nelayan. Sebenarnya, untuk menuju Gunung Krakatau dapat dilakukan melalui dermaga di depan resort, namun ini akan memakan waktu tempuh yang lebih lama.

Perjalanan dari Dermaga Canti menempuh waktu sekitar tiga jam hingga Krakatau. Sepanjang perjalanan kita melewati Pulau Sebesi, Sebuku, Sebuku Kecil, Panjang, dan Setiga. Setelah 2,5 jam melintasi Selat Sunda, mulai terlihat Cagar Alam Krakatau dari kejauhan.

Kapal terus melaju mendekati gunung. Setelah dekat, kapal lalu mengitari Gunung. Kita dapat melihat batu-batu besar yang terlempar dari perut gunung akibat letusan gunung dan membentuk tebing-tebing di pinggir pantai.

Setelah mengitari gunung, kapal akhirnya merapat di akses masuk. Di sana terdapat satu pos berukuran 2 X 2 meter dengan atap yang mulai rusak serta tugu kecil bertuliskan Cagar Alam Krakatau. Di pasang juga papan penjelasan mengenai cagar alam dan sejarah meletusnya Gunung Krakatau. Tertulis, Gunung Anak Krakatau masuk dalam kawasan Cagar Alam Krakatau dengan total area 13.605 hektar meliputi darat dan laut.

Kawasan cagar alam itu dikelola oleh BKSDA Lampung di bawah Departemen Kehutanan. Luas Gunung Anak Krakatau sebesar 800 hektar dengan panjang pantai sekitar dua km. Ketinggian gunung sekitar 350 meter dan tiap tahun meningkat sekitar satu meter.

Dahulu sebelum Gunung Krakatau meletus hebat tahun 1883, terdapat lima gunung yaitu Rakata yang sekarang bernama Krakatau, Danan, Perbuatan, Sertung, dan Panjang di kawasan tersebut. Ledakan maha dasyat Gunung Rakata mengakibatkan Gunung Danan dan Perbuatan hancur total lalu menghilang. Sedangkan Gunung Rakata sendiri kehilangan 60 persen bagian.

Setelah membaca sejarah dan peraturan-peraturan mendaki gunung, kami langsung memulai pendakian ditemani seorang petugas dari BKSDA bernama Awaludin. Arahan petugas, pengunjung hanya diperbolehkan mendaki hingga puncak bukit pertama karena sangat berbahaya.

Anak Gunung Krakatau terdiri dari dua bukit. Bukit ke dua merupakan puncak kawah yang menyemburkan asap. Setiap pendaki harus mengenakan helm dan masker untuk antisipasi jika sewaktu-waktu gunung meletus atau biasa disebut batuk.

"Kita tak pernah tahu kapan Anak Krakatau batuk. Kalau batuk akan keluar asap belerang yang baunya menyengat dan melemparkan batu-batu besar. Lemparan batu bisa sampai ke laut. Jadi kalau batuk kita harus lari sambil lihat ke atas hindari batu," jelas Awaludin.

Mendengar penjelasan petugas, tak mengendurkan sedikit pun keinginan saya untuk mendaki. Tiga jam terombang-ambing di lautan masa hanya sampai di kaki gunung, pikirku.

Jalur yang akan kita lalui membelakangi kawah gunung sehingga cukup aman. Untuk mencapai puncak, kita harus melewati sembilan patok yang dipasang sebagai jalur penanda.

Antarpatok berjarak 100 meter.Ketinggian di patok ke sembilan mencapai sekitar 300 meter dari permukaan laut. Melangkah sepanjang 200 meter pertama jalur masih datar. Kita harus melewati sela-sela daun dan pohon tumbang seperti hutan.

Kanan dan kiri jalur terbentang pohon cemara dan beberapa jenis pohon lain. Awal perjalanan kami ditemani kicauan burung. Menurut Awaludin, hewan penghuni lain yaitu biawak, ular, tikus hutan, kupu-kupu, dan hewan lainnya.

Kita terus mendaki langkah demi langkah. Setelah melewati patok ke tiga, jalur mulai sedikit mananjak.

Kita melangkah di atas pasir yang berasal dari letusan gunung. Harus ekstra hati-hati berjalan karena pasir dapat amblas.

Sepanjang pendakian tampak batu-batu besar yang berasal dari muntahan Gunung Anak Krakatau. Batu-batu itu mematahkan beberapa batang pohon serta merusak beberapa patok.

Saya pun terus mendaki sekuat tenaga. Melewati patok empat, jalur mulai curam sehingga langkah kaki mulai berat.

Menurut Awaludin, pengunjung jarang ada yang mau mendaki hingga puncak lantaran tanjakan yang curam. Selain itu, debu pasir juga menyusahkan pendakian.

Melewati patok lima mulai sedikit terlihat puncak kawah yang masih aktif. Tampak belerang berwarna kuning menyebar di puncak kawah.

Jika kita membalikkan badan mulai tampak laut Selat Sunda. Terus melangkah ke atas bukit semakin jelas pemandangan laut dan puncak kawah. Saya semakin penasaran dan mempercepat langkah.

Setelah 30 menit berjuang mendaki, kami akhirnya tiba di patok sembilan puncak bukit pertama. Hanya satu kata untuk menyimpulkan gambaran dari atas puncak bukit pertama Anak Krakatau, indah.

Biru lautan luas, Gunung Krakatau dan Pulau Panjang, puncak kawah Anak Krakatau yang diselimuti belerang berwarna kuning, hamparan pohon cemara, dan batu-batu besar muntahan gunung membayar lunas semua rasa lelah.

Awaludin mengatakan, kami merupakan pengunjung pertama yang mendaki hingga puncak sejak tahun 2007. Menurut dia, dalam tiga tahun terakhir aktifitas Anak Krakatau meningkat dan terus batuk sehingga pengunjung tidak diperbolehkan naik hingga puncak.

"Tamu hanya boleh sampai patok tiga. Sejak bulan lalu mulai sedikit aman. Udah enggak batu-batuk lagi," ucap dia.

Anak Krakatau akan batuk, jelas dia, ditandai dengan getaran lokal seperti gempa. Selang beberapa menit setelah gempa, dari kawah akan terlempar batu-batu dan mengeluarkan asap belerang. "Kita perhatikan dulu ke arah mana batu akan terlempar. Kalau ke arah kita, lari lah sekencang-kencangnya," ucap dia. Untuk itu pengunjung harus didampingi petugas.

Di puncak kawah terpasang alat vulkanologi untuk memantau aktifitas gunung milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Namun, alat itu telah rusak total tertimpa batu-batuan. Awaludin tak mengetahui persis kapan alat itu rusak karena baru kali ini dia mendaki hingga puncak dalam tiga tahun terakhir.

Makan siang di pinggir pantai

Setelah puas menikmati ciptaan Yang Kuasa dari puncak bukit, kami lalu kembali ke pos. Menuruni bukit harus lebih berhati-hati dari pada mendaki karena dasar pijakan pasir dan mudah merosot.

Panas terik sinar matahari membuat sedikit kelelahan. Akhirnya kami beristirahat sebentar di bawah pohon cemara. Setelah mengumpulkan cukup tenaga, kita kembali melanjutkan perjalanan.

Begitu tiba di pos, koki Travellers telah menyediakan santap siang di pinggir pantai. Tampaknya mereka bekerja selama pendakian. Ayam, cumi, ikan bakar, sayuran segar, sambal Seruit khas Lampung, buah-buahan telah dihidangkan. Mantap... Tanpa tunggu waktu, hajar.

Saya duduk di atas pohon tumbang dan di teduhi Pohon Cemara untuk menikmati hidangan. Saya santap hidangan sambil menghadap pantai ditemani desiran suara ombak dan tiupan angin pantai. Ahhh.., benar-benar nikmat. Hilang semua rasa lelah. Sungguh pengalaman yang menarik...

Sumber: Kompas

Saat Danau Kelimutu Tidak Lagi Tiga Warna


Inilah keunikan Danau Kelimutu: tiga danau kawah itu berada di puncak Gunung Kelimutu, dan warnanya pun berubah-ubah. Namun, peristiwa langka telah terjadi, sejak akhir 2008, Danau Kelimutu mulai berubah dan saat ini danau triwarna itu menjadi satu warna, ketiganya menjadi hijau muda.

Perubahan menuju satu warna danau kawah yang berada di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), itu diawali pada Desember 2008. Danau Tiwu Ata Polo saat itu berubah warna dari coklat kehitaman menjadi hijau tua. Disusul Danau Tiwu Ata Mbupu dari hijau lumut kehitaman jadi hijau muda, Senin (5/10).

Warna kedua danau tersebut kini sama dengan warna Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai, yang sejak awal diteliti tahun 1915 oleh BCh MM van Suchtelen danau itu dominan berwarna hijau muda.

Saat Suchtelen meneliti pertama kali, Danau Tiwu Ata Polo menunjukkan warna merah darah, Tiwu Nua Muri Koo Fai hijau jamrud, sedangkan Tiwu Ata Mbupu berwarna putih.

Posisi tiga danau yang semuanya memancarkan warna hijau muda ini mirip dengan peristiwa 13 tahun silam, tepatnya pada 9 April 1996. Sebagaimana data Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Balai Taman Nasional (BTN) Kelimutu, ketika itu Tiwu Ata Polo berwarna hijau, Tiwu Nua Muri Koo Fai hijau muda, dan Tiwu Ata Mbupu hijau tua.

Peristiwa seperti itu amatlah langka. Oleh karena itu, danau ini dinamakan Danau Triwarna Kelimutu. Selama ini, Danau Tiwu Ata Polo lebih didominasi warna gelap, seperti merah, hijau tua, dan coklat. Adapun Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai lebih sering berwarna hijau muda dan pernah berubah menjadi biru sebanyak 6 kali, putih 10 kali, yang terakhir terjadi tahun 2004—dari warna hijau ke putih telur asin—sedangkan Danau Tiwu Ata Mbupu lebih sering berwarna hijau lumut, hitam, coklat tua, terkadang juga biru, dan pernah dua kali menjadi putih, pada tahun 1915 dan 1960.

Danau Kelimutu secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT. Letaknya sekitar 55 kilometer (km) arah timur dari kota Ende, yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sekitar dua jam.

Bagi masyarakat etnis Lio, Ende, keberadaan Danau Kelimutu di ketinggian 1.690 meter di atas permukaan laut (dpl) itu mempunyai makna magis yang kental. Dalam mitos turun-temurun mereka, kawasan Danau Kelimutu adalah semacam kampung arwah.

Pintu gerbangnya, Pere Konde, dipercaya dijaga oleh Konde Ratu, sang penguasa. Sementara itu, Danau Tiwu Ata Polo diyakini sebagai tempat berkumpulnya orang-orang jahat. Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai dipercaya tempatnya orang-orang muda, sedangkan Tiwu Ata Mbupu adalah tempat berkumpulnya arwah para orang tua.

Namun, beberapa kalangan percaya, perubahan warna Danau Kelimutu berkaitan dengan ramalan akan terjadinya peristiwa penting di Indonesia, atau di Ende. ”Dari cerita orang- orang tua dulu, sih kalau warna danau berubah memberi tanda akan ada bencana. Tetapi, mungkin juga pengaruh cuaca sekarang yang cepat berubah,” kata Yulita, warga Desa Pemo, Kelimutu.

Pada tanggal 13 hingga 31 Mei 1997, warna Danau Tiwu Ata Polo berubah warna pula. Lagi-lagi, peristiwa itu oleh sejumlah kalangan dikaitkan sebagai pertanda perubahan besar akan lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998 kala itu.

Begitu pula kejadian Desember 2008 ketika Tiwu Ata Polo berubah warna dari coklat kehitaman menjadi hijau tua, dikaitkan dengan peristiwa pemilu legislatif dan pemilu presiden, serta gempa di Tasikmalaya dan Sumatera.

Sumber:
Kompas

06 August 2009

Welcome to the Singkarak Lake, West of Sumatera


Abstract Since long it has been accepted that Lake Singkarak in Central Sumatra is nothing else but a remnant of a gigantic volcano — the Singkarak volcano — which once blew off its top to form a lake. Van Bemmelen, though not referring to Singkarak lake especially, explained the numerous depressions in Sumatra as the combined result of volcanic and tectonic activities, a phenomenon he called volcano-tectonic process which caused the formation of the socalled volcano-tectonic depressions.


A short visit to the lake area in the months of February and March (1970) convinced the author that Lake Singkarak is neither a volcanic ruin nor a volcano-tectonic depression in the sense of van Bemmelen.


Faulting evidences, morphology and the position of the Singkarak trough plus the distribution of volcanic products north and south of the lake led to the conclusion that the Singkarak trough is a depression making part of the 1650 km graben zone which stretches from Sumatra’s northern tip untill the Semangko valley in the SE. Field evidences suggest that the lake results from a damming process by volcanic material produced by the Marapi-Singgalang-Tandikat volcanoes in the north and by the products from the Talang volcano in the south.


by Dept. of Geology-Geophysics (ITB), Indonesia.

source:
www.singkarak.com

Old Train Awakens West Sumatra Tourism

Padang, W Sumatra (ANTARA News) - It was really an amazing start of operation of an old coal steam-generated tourist train in West Sumatra, one of the only two of its kind in the world, when it resumed function to meet the people`s demand.


The black l
ocomotive train which locally called "Mak Itam" (Back Uncle) due to its black colour, resumed serving the Padang Panjang-Sawahlunto route in West Sumatra province only recently, after several years hiatus.


The "Mak Itam" locomotive identified with the serial number E1060 which was the last product of Germany`s Esseligent in 1966, which formerly carried coal from Sawah Lunto coal mining area, draws three comfortable coaches for tourists.


The coal steam-generated train in the province now remained one of the only two of its kind in the world with the other one in Switzerland, said a state-owned railway company PT KAI president director, Rony Wahyudi.


Serving its route, the old tourist train passed through attractive scenaries among other things beside Danau (lake) Singkarak. Danau Singkarak with 11,200 hectares wide is the second largest lake in Sumatra Island after Lake Toba in North Sumatra province.
Some 6,420 hectares of the Danau Singkarak is situated in Tanah Datar district and the rest in Solok district.


The "Mak Itam" train route from the town of Padang Panjang passed through the Lubang Kalam (dark railway tunnel) measuring 840 meters long (constructed in 1894) after the Singkarak lake before reaching Sawah Lunto district`s rail-way station.


The tourist train ran from Padang Panjang to Sawah Lunto 80 km for about three hours. The train passes by the Singkarak Lake of about 19 km long on cogged railway before reaching Muaro Kalaban railway station towards the high land of Sawah Lunto.
It was reported that the old coal steam-generated locomotive stop operating after the closure of open coal mine more than several years ago.


For such long time of absence, the state-owned railway company brought the black steam-generated locomotive to Ambarawa, Central Java for maintainance.


After a long time of absence, the local people, however, requested the return of the old train to its "village" (base), when the train was formerly used to carry coal products from Sawah Lunto coal mine for export purpose through Teluk Bayur port.


Strident sound of its locomotive whistle as the characteristic of the steam-generated train seemingly made the local people happy to hear when the train passed through their villages, following the train operation inauguration by Transportation Minister Jusman Syafii Djamal.


The minister expressed hope that the operation of the tourist train could help boost the local people`s economy.


The local people looked enthusiastic in welcoming the tourist train which returned to their area. A great number of local people looked smile as if their dream came true.
Such situation occured on the way from Padang Panjang where the old train passed through the villages after being launched to Sawah Lunto district.


"The presence of cold steam-generated locomotive would bring us to an olden era of Sawah Lunto town," Indra Yosep, member of railway loving community said at the moment, adding that the tourist train locomotive was brought from Ambarawa (Central Java) to West Sumatra on December 13, 2008.


One of three coaches of the tourist train is for VVIP which is only equipped with ten super executive seats. The remaining two coaches were equipped with 70 seats respectively.


The commuter tourist train regular fare rate for one way trip per person in rupiah was set as follows.


  • Padang Panjang - Sawah Lunto : Rp60,000
  • Padang Panjang - Solok : Rp40,000
  • Solok - Sawah Lunto : Rp30,000
  • Sawah Lunto - Muaro Kalaban: Rp20,000


* One US dollar is nearly 11.000 rupiah.


The old train also passed through the historical town of Ombilin (location of old coal mine) before reaching Sawahlunto.


The Bintang Hindia magazine which was published in 1904 had released photos of train bridge in Ombilin under the title in Dutch "Een brug van de Staatsspoor ter Sumatra`s Weskust Over be Ombilin."


Old people`s story in Ombilin narrated that formerly in Ombilin market beside the Singkarak lake, a mini railway station was constructed there for the passengers who wished to go to the districts of Solok, Sawahlunto and Padang Panjang.


When the local people heard the old train`s strident sound from its locomotive whistle, the would-be passengers rushed to the railway station while shouting "kereta lah tibo" (train is coming). Students also used to utilize the old train as the cheap mass transportation.


Ombilin is located in Nagari (village) Simawang, which once became a trade transit area between the districts of Solok, Padang Panjang and Batu Sangkar town.


In addition, Simawang was also home to the Minangkabau history following the discovery of Ombilin inscriptions written on stones and Simawang Menhir, which was registered as culturally protected objects.


Ombilin, about 18 km from the town of Batu Sangkar, capital of Tanah Datar district and 25 km from the town of Padang Panjang became main destination of the local society for shopping and sight seeing on every Wednesdays and Sundays.


It`s only about one hour and half of flight after leaving the busiest city of Jakarta with its lots of skyscrapers for West Sumatra with its many forest areas, some foreign journalists arrived at Minang Kabau international airport on Friday (Feb.20) morning, to attend the old tourist train operation launching.


An entourage of foreign journalists among others from Russia, China, Malaysia, Singapore, a correspondent of a London-based magazine together with several film actresses including a noted film star Christine Hakim visited West Sumatra to attend the launching function.


They came to West Sumatra at the invitation of the Indonesian Journalists Association (PWI) and the provincial government.


"Tourist objects in West Sumatra are well liked by both domestic and international tourists," West Sumatra governor Gamawan Fauzi said.


Among tourist objects in the province are the Padang Museum, which houses objects of cultural and historical interest, the beach of Bungus Bay and its white sands, the Bung Hatta botanical garden covering 70,000 ha with a rare collection of flora and fauna in Solok, Jam Gadang or clocktower in Bukittinggi, Kota Gadang, which is renowned for its fine silver filigree and hand embroidery, and "Ngarai" (`canyon`) Sianok which lies at the outskirt of Bukitinggi.


Bukittinggi covers 25.24 square km of land, and only two hours away from Padang by car, was the headquarters of the emergency government of the Republic of Indonesia (PDRI) after Yogyakarta fell into the hands of the Dutch between 1948 and 1949, when vice president Mohammad Hatta took office.


It was once the capital of Central Sumatra province, covering West Sumatra, Jambi and Riau.


West Sumatra province with some 65 percent of its area covered by forests, has been trying to step up the development of its "sleeping" tourist resorts and luring more investors to come.


Through the reoperation of the nostalgic "Mak Itam" coal steam-generated train, the provincial government wishes to generate tourism potentials in a bid to develop tourism industry in the province. (*)


source:
ANTARA



Tourist arrivals in Indonesia up 2.61 pct


Jakarta (ANTARA News) - The number of tourist arrivals in Indonesia in the first half of 2009 rose 2.61 percent to 2.97 million from the same period last year, a tourist official said.


"In June 2009 alone, the number of tourist arrivals rose 4.06 percent from a year earlier," Domestic Promotion Director at the Culture and Tourism Ministry Fathul Bahri said here on Wednesday.


He expressed his belief the global economic downturn, the spread of H1N1 flu virus and the July 17 bomb attacks at JW Marriott and Ritz Carlton hotels in Jakarta would have no significant impact on the number of tourist arrivals in the country this year.


The number of tourist arrivals in Jakarta only fell 5 percent in the wake of the bomb attacks that left nine people dead and more than 590 others injured, he said.


"But there was no decline in the number of tourist arrivals in other tourist destinations such as Bali and Lombok (following the bomb attacks)," he said.


Data from the Central Bureau of Statistics (BPS) show the number of foreign tourist arrivals in Indonesia in June 2009 reached around 550,600, up 4.07 percent from June 2008, or 5.53 percent from May 2009.


The number of foreign tourist arrivals through the country`s 11 main entry gates in June 2009 went up 4.95 percent to 466,900 from 444,900 in June 2008.


"The figure is promising now that the number of tourist arrivals in neighboring Malaysia and Singapore recorded negative growth," he said.


He said he remained optimistic that the country would be able to achieve its tourist arrival target of 6.5 million for 2009.(*)

source:
ANTARA

01 August 2009

Taman Nasional Komodo Masuk Final "New 7 Wonders of Nature"


Taman Nasional Komodo berhasil menjadi finalis "New 7 Wonders of Nature". "New 7 Wonders Foundation" mengumumkan pekan lalu, bersama 27 finalis lainnya, TNK berhasil menyisihkan sekitar 440 nomine dari 220 negara.

“Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Republik Indonesia menyampaikan terimakasih kepada seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang telah mendukung Taman Nasional Komodo dalam kampanye New 7 Wonders of Nature Tahap I dan II, hingga tanggal 7 Juli 2009,” demikian pernyataan pers Debudpar yang diterima Kompas.com, Senin (27/7).

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang bertindak sebagai "Komodo National Park Official Supporting Committee" akan mengajak seluruh masyarakat Indonesia dan dunia untuk berpartisipasi aktif memilih (vote) kembali TNK dalam kampanye "New 7 Wonders of Nature". Besar harapan, Taman Nasional Komodo terpilih sebagai salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia bernuansa Alam” yang akan ditentukan pada tahun 2011.

Pada tahap final kampanye "New 7 Wonders of Nature", ke-28 finalis akan bersaing kembali tanpa memperhitungkan peringkat dan jumlah suara pada tahap sebelumnya. Dengan demikian, seluruh masyarakat Indonesia dan dunia yang telah memilih pada tahap I dan II (sebelum 7 Juli 2009), diharapkan untuk kembali menentukan pilihannya.

Ada dua cara menentukan pilihan pada tahap akhir ini. Pertama, masyarakat dapat mengunjungi www.new7wonders.com dan memberikan suaranya langsung di situs itu. Kedua, pemilihan dapat dilakukan melalui saluran telepon internasional. Caranya, hubungi nomor +41 77 312 4041, setelah pesan selesai dan terdengar bunyi beep tekan kode 7717 untuk memilih Taman Nasional Komodo.





















Pulau Lombok yang Eksotis


Keindahan pantai alami berpadu eksotisme tercermin di Pulau Lombok, Nusatenggara Barat. Karena keindahannya itu Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menawarkan Lombok sebagai tempat tujuan wisata dunia melalui Visit Lombok 2012 yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Upaya itu didukung dengan dibangunnya akses bandar udara internasional di Lombok Selatan.

Gunung Rinjani

Sunset

Keindahan Pulau Lombok makin terasa dalam hamparan pantai indah dengan pasir putih dan laut biru. Tempat yang paling banyak dikunjungi wisatawan adalah Pantai Senggigi. Demikian pula kawasan Gili Trawangan. Tak sedikit turis betah berlama-lama di Gili Trawangan. Saksikan lengkapnya keindahan Pulau Lombok dalam video berita ini.(AIS).

Peta Lombok





sumber: liputan6, SCTV
gambar dari berbagai sumber.

Tarif Kereta Api Turun


Jakarta, Kompas - Mulai hari Sabtu (1/8) ini, PT Kereta Api menurunkan tarif kereta api kelas eksekutif sebesar Rp 5.000-Rp 20.000. Penurunan tarif ini seiring dihapuskannya layanan makanan dan minuman gratis di atas kereta api.

Bagi penumpang yang menghendaki layanan makanan tetap dapat memesan di restorka atau kereta makan yang ada di setiap rangkaian KA eksekutif.

”Tujuan utama penghapusan tuslah makanan dan minuman sehingga tarif KA turun adalah meningkatkan daya kompetisi tarif dari angkutan kereta dibanding angkutan lain,” kata Vice President Public Relations PT Kereta Api (Persero) Adi Suryatmini, Jumat (31/7), saat dihubungi di Bandung.

Bila bulan lalu tarif KA Argo Muria (Gambir-Semarang Tawang) Rp 200.000, dapat turun maksimal menjadi Rp 180.000. Adapun tarif KA Argo Bromo Anggrek dari Rp 300.000 dapat turun menjadi Rp 280.000.

”Penurunan tarif tak hanya di KA kelas Argo, tetapi juga KA eksekutif (dengan nama) satwa, seperti KA Turangga (Bandung-Surabaya), KA Sembrani (Jakarta-Surabaya), KA Gumarang (Jakarta-Surabaya), dan KA Taksaka (Jakarta-Yogyakarta),” ujarnya.

Fasilitas karaoke

Ditambahkan Adi, penurunan tarif tiket ini dikecualikan untuk KA Argo Gede (Gambir-Bandung). Alasannya, tarif KA Argo Gede telah diturunkan dari Rp 75.000 menjadi Rp 50.000.

Belum lagi ada berbagai fasilitas tambahan, seperti karaoke di kereta makan dan stopkontak untuk telepon genggam serta laptop di setiap tempat duduk.

Tarif KA eksekutif Mutiara Timur (Surabaya-Banyuwangi), KA Rajawali (Semarang Tawang-Surabaya), dan KA Harina (Bandung-Semarang Tawang) juga tidak diturunkan karena tak ada tuslah.

Pengamat KA dari LIPI, Taufik Hidayat, menilai keputusan PT KA sudah tepat. ”Selama ini, kualitas makanan yang kurang baik sering dikeluhkan penumpang. Bila PT Restoran Kereta Api ingin meraup untung, ya harus memaksimalkan mutu makanan,” ujarnya. (RYO)

sumber: koran.kompas.com

28 August 2008

Masjid Cheng Ho di Surabaya


Masjid, lebih dari sekedar tempat ibadah ritual. Fungsi itu kini semakin mengemuka. Masjid kini banyak kembali menjadi pusat kegiatan umat dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Banyak pula masjid didirikan dengan latar belakang sejarah yang menarik.

Imaji mulai edisi ini hingga empat minggu ke depan hadir dengan seri khusus masjid-masjid di Indonesia yang malam ini akan diawali oleh Masjid Muhammad Cheng Ho di Surabaya..
Sekilas pandang bangunannya kelihatan seperti kelenteng, atau tempat Ibadah umat Kong Hu Cu, dengan dominasi merah, hijau, dan kuning. Arsitekturnya khas bangunan-bangunan klasik Cina. Pintu masuknya menyerupai pagoda lengkap dengan patung naga dan singa. Namun kalau dilihat lebih teliti lagi, akan terbaca lafaz “Allah�, dalam huruf Arab di punck pagoda. Jelas ia lambang Islam – bukan kuil penganut Tao, tetapi masjid Muslim. Yang jelas, meskipun agama Islam berasal dari Timur Tengah, namun bentuk bangunan Muslim, seperti masjid, di luar jazirah Arab, turut menyerapkan ciri-ciri budaya dan kesenian budaya para penganut tempatannya.

Willy Pangestu adalah Sekretaris Pembina Iman Tauhid Islam, Cabang Jawa Timur dan juga pengurus Masjid Muhammad Cheng Ho.

Rumah ibadah tidak terpaku pada dari mana agama itu berasal. Tapi justru rumah ibadah terpengaruh oleh budaya dari umatnya. Seperti di Indonesia pada zaman wali songo bangunan masjid itu bentuknya seperti orang-orang Jawa, bukan seperti bangunan Timur Tengah yang sekarang ini, dan di Tiongkok banyak bangunan masjid yang bentuknya itu seperti istilahnya kleteng. Kleteng itu rumah ibadah yang berarkitektur Tiongkok.

Gabungan unsur Tionghua dan Arab menjadi ciri khas masjid Muhammad Cheng Ho. Nama itu diabadikan sebagai penghormatan pada Cheng Ho, laksamana Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanan beliau ke kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, tetapi juga menyebarkan agama Islam;

Kita sudah sejak 1995 sudah membuat satu yayasan Md Cheng Ho Indonesia. Hingga waktu memberi nama, kita pakai nama yayasan tersebut. Kita ingin sampaikan kepada masyarakat Tionghua yang bukan Muslim bahwa nenek moyang kita itu juga ada yang Muslim, kerana di Indonesia, hampir semua Tionghua, tidak dekat dengan Islam. Kedua, kita sampaikan kepada masyarakat Indonesia bahwa di Tiongkok, itu banyak yang Islam, bahkan wali songo pun banyak yang Cina, cuma dari Belanda, seakan-akan orang Tionghua itu dan Islam adalah ibarat dua hal yang berlawanan.

Masjid Muhammad Cheng Ho di bangun pada tahun 2002, dan bisa menampung 200 jemaah. Meskipun dibangun dengan latar belakang kenangan sejarah, namun juga disesuaikan dengan keadaan sekarang. Misalnya kehidupan masyarakat plural di Indonesia mendorong masjid itu menyediakan tempat berkomunikasi antara kelompok yang berbeda aliran. Masjid Cheng Ho juga merupakan daya tarik bagi para pelancong.

Willy Pengestu, Sekretaris Pembina Iman Tauhid Islam, Cabang Jawa Timur dan pengurus Masjid Muhammad Cheng Ho, menekankan pentingnya unsur pluralisme di kalangan Muslim Indonesia sendiri diberikan perhatian dalam kehidupan beragama di negara itu dan itu tercermin dari misi masjid tersebut.

Masjid Cheng Ho tidak berkelompok pada salah satu golongan aja, di Indonesia ada Muhammadiyah, ada NU, kita tidak berbelah pada satu pihak saja, kita adalah Islam, Islam yang neutral, kebetulan basicnya banyak TiongHua, antara kelompok, mahupun antara ethnics, bahkan banyak dari teman, saudara, yang beda agama juga adakan atau berdiskusi di sini. Banyak dari mereka datang ngomong, tanya-tanya, ajaran Islam yang paling basic, yang tidak mengenal kekerasan, tidak mengenal radikal, Islam agama sejuk, semua orang kalau tidak kenal, tidak sayang, kalau mereka kenal, saya yakin mereka akan sayang.

Usaha memberikan penjelasan bahwa Islam bukanlah agama asing kepada masyarakat etnik Cina membantu dalam pendidikan budaya masyarakat etnik Cina di Indonesia itu sendiri. Salah satu tolok ukurnya adalah hampir setiap Jumaat, paling tidak, seorang muallaf Cina datang memeluk agama Islam di masjid tersebut.

Sumber :
http://www.eastjava.com/news/2006/09/26/seri-masjid-di-indonesia-1-masjid-muhammad-cheng-ho-surabaya/
http://video.okezone.com
http://www.youtube.com